Sabtu, 29 Oktober 2011

500.000 Sebuah Harga Yang Sangat Mewah Bagi Kami (Industri Olahraga Bukan Mengkomersilkan Sebuah Produk Dengan Harga Yang Sangat Tinggi)


Industri Olahraga di Indonesia sedang dalam tahap membangun, rasanya sangat tidak masuk akal bila benar – benar terjadi keputusan Panitia Pusat INASOC untuk menarik harga Rp. 500.000,- untuk ajang pembukaan dan penutupan SEA Games XVI nanti. Mereka seakan lupa hakikat sebuah industri olahraga sebenarnya. Inilah yang sangat disayangkan sejak awal seharusnya sudah dikonsep sebuah strategi dalam hal industri olahraga SEA Games, tidak hanya sekedar langsung mengeluarkan nominal Rp. 500.000,- untuk tiket pembukaan dan penutupan. Sang Ketua INASOC yang merupakan seorang pengusaha besar di Indonesia, seharusnya juga mengerti tentang bagaimana mengelola sebuah produk, apalagi produk yang bernama SEA Games adalah sebuah produk bagi rakyat Asia Tenggara. Sang Ketua seakan lupa bahwa masyarakat Asia tenggara terdiri dari berbagai macam segmen, bukan hanya segmen kalangan atas tertentu saja. Saya rasa masyarakat sudah sangat cerdas dalam menilai sebuah harga.

Di awal bulan Oktober dibuka sebuah toko resmi yang menjual pernak – pernik SEA Games dengan harga yang cukup tinggi. Memang perlu kita ketahui bersama acara SEA Games merupakan acara langka dalam sebuah negara, namun mereka pihak panitia juga harus menyadari bagaimana keadaan masyarakat yang sekarang terjadi. Saya hanya khawatir bila Industri Olahraga seperti ini justru akan menjurus kehancuran bagi Industri Olahraga di Indonesia itu sendiri. Dari dua permasalahan diatas sangat jelas bahwa permasalahan itu muncul dikarenakan Pihak Panitia tidak melakukan sebuah strategi yang baik dalam menentukan harga, Sukses secara ekonomi yang juga didengung – dengungkan selama SEA Games berlangsung akan sia – sia saja bila itu hanya dirasakan atau dinikmati oleh kalangan tertentu saja.

Kita lihat bagaimana seorang Pegawai negeri yang memiliki dua orang anak dan seorang istri yang ingin melihat Pembukaan SEA Games harus mengeluarkan uang sebesar Rp. 2.000.000,-, padahal  gaji mereka satu bulan tidak sampai sebesar itu. Atau bagaimana seorang pegawai Swasta yang bernama Fathony Muhammad yang sudah merencanakan ingin melihat Pembukaan SEA Games dengan keluarganya membatalkan rencananya itu karena harga tiket pembukaan yang sangat mahal.  Atau bagaimana seorang tukang ojek yang biasa mangkal di Stadion Jakabaring yang mengatakan bahwa harga tiket yang sangat tinggi itu telah menyakiti perasaan masyarakat yang tidak mampu. Banyak kaum yang bersegmentasi menengah dan menengah ke bawah yang mengatakan “ ini benar – benar menyakiti perasaan kami, pembukaan SEA Games di Palembang seakan hanya diperuntukan untuk kaum atas, Impian kami sirna untuk melihat pembukaan di kampung halaman kami sendiri “. Caci maki di media sosial seperti Facebook dan Twitter tentang harga yang tiket yang sangat banyak. Mulai dari yang menyerukan untuk tidak melihat SEA Games, mengkaitkan tingginya harga dengan korupsi, sampai Nazarudin ataupun Pak SBY yang disinggung oleh mereka. Dari sini sangat terlihat jelas bahwa Masyarakat sudah cerdas dalam menilai sebuah harga yang pantas.

Pertanyaan yang muncul sekarang adalah Apakah Industri Olahraga itu Selalu Identik Dengan Harga Yang Tinggi dan membuat masyarakat kalangan menengah kebawah sulit untuk memperoleh produk dari industri olahraga ???????????????

Kesalahan terbesar yang sering dilakukan oleh para pelaku industri olahraga di indonesia adalah masih minimnya pengetahuan mereka tentang konsep – konsep strategi bisnis dalam sebuah Industri Olahraga. Mulai dari bagaimana menentuka segmen, menentukan positioning, membranding sebuah produk, menentukan harga dari sebuah produk hingga pelayanan produk tersebut. Minimnya pengetahuan ini ternyata berdampak besar bagi mereka dalam mengelola sebuah industri olahraga sehingga selalu muncul paradigma yang salah bahwa Industri Olahraga adalah komersialisasi dalam dunia olahraga. Disatu sisi banyak para pengusaha yang akan atau sedang terlibat dengan Industri Olahraga di Indonesia tidak memperbarui ilmunya tentang konsep – konsep bisnis, mereka selalu berfikiran hanya keuntungan bersifat financial saja. Dunia Industri Olahraga merupakan kegiatan bisnis, sehingga perlu dingat bahwa dalam dunia bisnis ada 6 kerangka berpikir yang wajib dipenuhi. Ke-enam kerangka berpikir tersebut adalah Berpikir secara administrasi, berpikir secara dagang, berpikir secara komersil, berpikir secara teknologi, berpikir secara ekonomis dan berpikir secara sosial. Yang selalu dilupakan para pelaku bisnis termasuk para Pelaku Industri Olahraga adalah poit berpikir secara sosial. Ketika salah satu kerangka berpikir bisnis ini saja tidak dimasukkan dalam sebuah konsep bisnis maupun industri olahraga maka dikatakan bahwa itu bukan lah “ Bisnis “ . Hal ini dikarenakan ada pihak – pihak tertentu yang merasa dirugikan, dalam konteks Tiket Pembukaan SEA Games yang harganya Rp 500.000,- sangat terlihat jelas bahwa yang dirugikan adalah masyarakat menengah kebawah, Dari sini bisa kita simpulkan bahwa  “ SEA Games bukan sebuah Industri Olahraga “.

Kurangnya ilmu dan tidak mau memperbaruinya ilmu tentang konsep bisnis dalam Industri Olahraga menyebabkan adanya paradigma yang salah tentang industri olahraga. Selain paradigma yang salah tersebut, efek domino yang terlihat adalah semakin identiknya harga yang tinggi bila sebuah olahraga sudah dijadikan Industri Olahraga. Harga semakin menjadi tinggi setelah terjadi proses industri olahraga karena para pelaku masih menggunakan rumus “ biaya produksi ditambah margin keuntungan “. Untuk saat rumus tersebut sangat tertinggal atau sangat terlalu sederahan. Inilah yang membuat mengapa produk – produk industri olahraga mahal selain aspek berpikir secara sosial dalam kerangka berpikir bisnis tidak pernah dimasukan.

Lalu bagaimana sebenarnya menentukan harga dalam sebuah Industri Olahraga  Yang Baik ?????????

Bila produk yang dijual itu berupa barang – barang seperti alat atau perlengakapan olahraga maka penentuan harga dapat dilakukan dengan cara value – based pricing, yaitu harga yang ditentukan berdasarkan value/nilai yang dipersepsikan oleh pelanggan itu sendiri. Harga yang ditawarkan haruslah tepat tidak boleh terlalu mahal , namun juga tidak boleh terlalu murah. Ha lain yang harus diperhatikan adalah harga harus mudah dipahami  oleh pelanggan. Harga suatu produk tidak boleh berubah – ubah setiap saat, karena masyarakat akan merasa bingung. Dalam penentuan harga selalu pertimbangkan sisi konsumen, bukan hanya sekedar cost semata. Dan yang paling penting adalah komunikasikan produk Anda secara tepat.

Bila produk itu berupa jasa seperti acara pembukaan SEA Games dan pertandingan – pertandingan olahraga, maka cara yang paling tepat adalah dengan mengajak para konsumen melalui komunitas – komunitas olahraga untuk bersama – sama mendiskusikan harga yang pantas. Hal ini dikarenakan konsep bisnis yang sudah berubah, dalam praktiknya sekarang bisnis sudah bukan lagi secara vertical melaikan secara horizontal. Dengan perubahan ini maka harga bukan lagi ditentukan sepihak oleh produsen seperti apa yang sekarang dilakukan oleh INASOC dalam hal penentuan harga tiket masuk pembukaan SEA Games. Seharusnya pihak panitia juga mampu mengajak konsumen melalui komunitas – komunitas olahraga untuk menentukan harga yang pantas bagi pembukaan SEA Games.

Kita memang masih dalam tahap proses membangun sebuah industri olahraga, oleh karena itu mari bersama – sama kita membangun industri olahraga Indonesia dengan menggunakan kerangka berpikir secara bisnis. Bukan hanya saja mencari keuntungan yang bersifat financial saja, namun harus juga memperhatikan aspek – aspek sosial. Masyarakat Indonesia masih perlu diberikan sebuah sosialisasi secara mendalam hingga paradigma yang salah mengenai industri olahraga dapat diatasi. Di lain pihak kita semua harus banyak belajar tentang konsep bisnis yang selalu berubah, hal ini dikarenakan perilaku konsumen pula yang selalu berubah sesuai jaman nya. Dalam penentuan harga sudah tidak jaman nya lagi seorang pelaku industri olahraga hanya memperhatikan aspek biaya yang dikeluarkan, mereka juga harus mampu melihat aspek dari sisi Konsumen. Ajak konsumen untuk menentukan harga yang pantas. Bila untuk melihat pembukaan dan penutupan SEA Games seorang konsumen harus membayar Rp 500.000,- itu benar – benar melukai hati masyarakat Indonesia. Dan dapat dikatakan bahwa SEA Games kali ini  “ bukanlah sebuah industri Olahraga “ karena ada pihak – pihak tertentu yang merasa dirugikan. Bila sang Ketua INASOC dan Ketua KONI mengatakan itu sebagai sebuah Industri Olahraga itu sama saja membohongi kami, karena dalam sebuah industri olahraga bukanlah mencari keuntungan semata.  Salam Olahraga !!!!!!!!!!!!!!

Penulis : Joko Purnomo, SAB

Baca Juga http://poernomojoko.blogspot.com/2010/10/strategic-place-triangle-new-wafe.html


Sabtu, 24 September 2011

“ STRATEGI BISNIS GELANGGANG OLAHRAGA/STADION OLAHRAGA “


Dunia olahraga di Indonesia kembali ramai, bukan ramai dengan prestasi melainkan ramai dengan sebuah usulan yang dilontarkan oleh Taufiq Kiemas dan Mudai Madang (Ketua KONI Sumsel), menurut mereka berdua  peran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat besar dalam mengubah Jakabaring menjadi sebuah kompleks olahraga terbesar di luar Senayan.  Dengan muncul usulan itu menjadi perbincangan baik dari masyarakat bawah, akedemisi, seniman, mahasiswa hingga para pencinta olahraga. Dalam tulisan kali ini kita tidak akan bahas mengenai konflik tersebut, namun yang kita akan bahas adalah pemberian sebuah nama pada stadion atau gelanggang olahraga seharusnya bukan hanya sekedar pemberian nama, dalam dunia Industri Olahraga ada strategi – strategi dalam menentukan nama, nama sebuah stadion atau gelora adalah Brand dari stadion atau gelora tersebut, jadi harus dipikirkan bagaimana menyusun strategi tersebut.

Konsep Strategi Bisnis Gelanggang Olahraga atau Stadion
Permasalahan yang ada di Indonesia adalah tidak digunakannya strategi mem-branding sebuah stadion atau Gelanggang Olahraga. Selama ini ketika membangun sebuah stadion atau gelanggang olahraga hanya sekedar membangun, tidak ada penyusunan – penyusunan strategi bisnis untuk memaksimalkan potensi stadion atau gelanggang olahraga tersebut. Dalam Penelitian saya pada tahun 2008 tentang Gelanggang Olahraga Tri Lomba Djuang Semarang ada 9 stretegi. Dan 9 konsep strategi ini sebenarnya dapat diterapkan di seluruh gelanggang olahraga atau stadion olahraga di Indonesia. Berikut ini adalah Sembilan Konsep strategi tersebut :
1.       Segmentasi
Menurut Hermawan Kartajaya (2006; 17), segmentasi adalah sebuah metode bagaimana melihat pasar secara kreatif, artinya anda perlu melihat segmentasi sebagai seni mengidentifikasi dan memenfaatkan peluang yang muncul di pasar. Peranan segmentasi menurut Hermawan Kartajaya (2006; 17) antara lain :
a.       Segmentasi dapat memungkinkan kita untuk lebih fokus.
b.      Segmentasi memungkinkan Anda mendapatkan insight mengenai peta kompetisi dan posisi pasar.
c.       Segmentasi merupakan bisnis untuk memudahkan Anda mempersiapkan lankah-langkah berikutnya, seperti positioning, diferensiasi dan penguatan merek.
d.      Segmentasi merupakan faktor kunci mengalahkan pesaing dengan memandang pasar dari sudut yang unik dan cara yang berbeda.
Berikut ini tabel cara memandang suatu pasar menurut Hermawan Kartajaya (2006; 20)

TABEL 1.1
SEGMENTASI PASAR

No
Segmentasi
Cara Memandang  Pasar
Variabel
1
Static attribute segmentation
§ Berdasarkan geografis


§ Berdasarkan demografis
§ Negara, kawasan,propinsi, kota
§ Jenis Kelamin, usia, pekerjaan, agama, pendidikan
2
Dynamic attribute segmentation
§ Berdasarkan psikografis



§ Berdasarkan perilaku
§ Gaya hidup, kepribadian dan sejanisnya
§ Sikap, penggunaan respon pelanggan terhadap produk.
3
Individual segmentation



2.       Targeting
Hakikatnya targeting adalah menentukan segmen-segmen pasar yang potensial bagi perusahaan. Namun menurut Hermawan Kartajaya (2007; 16) targeting merupakan strategi dalam megalokasikan sumber daya perusahaan secara efektif. Strategi ini dilakukan untuk mempermudah proses penyesuaian sumber-sumber daya yang dimiliki ke dalam segmen-segmen pasar yang telah dipilih.

3.       Positioning
Dalam definisi tradisional, positioning sering disebut sebagai startegi untuk memenangi dan mengusai benak konsumen melalui produk yang kita tawarkan. Sementara menurut Hermawan Kartajaya (2006; 12) positioning seabagai the strategy to lead your customer credibly, yaitu upaya mengarahkan pelanggan secara kredibel. Positioning merupakan upaya kita untuk membangun dan mendapatkan kepercayaan. Berikut ini empat cara untuk membangun positioning yang tepat menurut Hermawan Kartajaya (2006; 14), yaitu :
a.       Positioning harus dipersepsikan secara positif oleh para pelanggan dan menjadi reason to buy mereka.
b.      Positioning seharusnya mencerminkan kekuatan dan keunggulan kompetitif perusahaan. Jangan sekali-kali perusahaan merumuska posotioning, tetapi tidak mampu melakukannya.
c.       Positioning haruslah bersifat unik sehingga dapat dengan mudah mendiferensiasikan diri dari para pesaing.
d.      Positioning harus berkelanjutan dan selalu relevan dengan berbagai perubahan dalam lingkungan bisnis. Begitu positioning tidak relevan dengan kondisi lingkungan bisnis maka dengan cepat perusahaan harus merubahnya.
4.       Differentiation
Positioning adalah janji kepada pelanggan, dan untuk memenuhi janji tersebut perusahaan harus mem-back up dengan diferensiasi yang kukuh. Banyak pakar yang mendefinisiskan diferensiasi sebagai uapaya merek oratau perusahaan untuk menciptakan perbedaan diantara para pesaing dalam rangka memberikan value terbaik kepada pelanggan. Menurut Hermawan Kartajaya (2007; 12) diferensiasi sebagai upaya mengintegrasikan sebuah konten, konteks, dan infrastruktur produk atau layanan yang kita tawarkan kepada pelanggan. Berikut ini tiga dimensi diferensiasi menurut Hermawan Kartajaya (2007; 13), yaitu :
a.       Konten
Konten adalah dimensi diferensiasi yang menunjuk pada “apa” value yang ditawarkan kepada pelanggan.
b.      Konteks
Konteks merupakan dimensi yang menunjuk pada “cara” menawarkan value kepada pelanggan.
c.       Infrastruktur
Infrastruktur adalah faktor-faktor pemungkin terealisasikannya diferensiasi konten dan konteks diatas.
5.       Marketing mix
Marketing mix merupakan taktik dalam mengintegrasikan tawaran logistik dan komunikasi produk dan jasa. Berikut ini elemen-elemen dalam marketing mix, antara lain :
a.      Product
Produk merupakan segala sesuatu yang dapa ditawarkan produsen untuk diperhatiakan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan.
b.      Price
Price merupakan suatu moneter atau ukuran lainya (termasuk barang dan jasa) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan barang atau jasa.
c.       Place
Place dalam pengertian marketing mix lebih mengarah kepada pendistribusian, secara garis besar distribusi diartikan sebagai kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempemudah penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen.
d.      Promotion
Promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran, yang dimaksud dengan komunikasa pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menvebarkan informasi, mempengaruhi dan/ atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahan dan produknya agar bersedia menerima, menbeli dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahan yang bersangkutan.
6.       Selling
Selling adalah bagaimana menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan melalui produk dan jasa perusahaan, dalam hal ini selling berarti sebuah taktik yang dapat mengintegrasikan perusahaan, pelanggan dan relasi keduanya (Kartajaya, 2006; 15). Pembagian selling menurut Hermawan Kartajaya (2006; 17) didasarkan pada tingkatannya, yaitu :
a.       Tingkatan pertama adalah penjualan fitur (Feature selling).
b.      Tingkatan kedua adalah penjualan manfaat (benefit selling)
c.       Tingkatan ketiga adalah penjualan solusi (Solution selling)
7.       Brand
Brand adalah resultan dari semua langkah yang perusahaan jalankan terhadap produk. Ketika kita menetapkan STP (Segmentasi, Targeting, dan positioning) dan diferensiasi, serta mendukungnya dengan marketing mix dan menggunakan taktik selling yang solid, sebenarnya perusahan sedang membangun dan mengembangkan sebuah brand. Brand terbangun dari semua langkah yang perusahaan lakukan terhadap produk, bail langkah itu baik (memperkuay ekuitas merek) maupun buruk (menggerogoti merek).
8.       Service
Service merupakan jiwa, service adalah sikap untik bertahan dan memenangkan persaingan di masa depan, service adalah strategi untuk menghindari business category trap (Kartajaya, 2006; 17). Perusahaan haruslah mampu menjadi service business, dimana menurut Hermawan Kartajaya (2006; 18) service business meliputi :
a.       Service adalah solusi.
Maksudnya dalah perusahaan harus mampu memberikan solusi yang nyata bagi kebutuhan pelanggan.
b.      Service sebagai value enchancer
Yaitu, sebuah nilai yang diberikan secara terus-menerus kepada pelanggan.
c.       Service sebagai memorable experiences
Yaitu, service harus mampu memberikan sebuah pengalaman yang tidak akan terlupakan kepada pelanggannya.
9.       Process
Menurut Hermawan Kartajaya (2007; 17) dalam konsep pemasaran, proses mencerminkan quality, cost, dan delivery dari perusahaan kepada pelanggan. Dalam konteks kualitas, proses adalah bagaimana perusahaan mampu menciptakan suatu sistem yang pada akhirnya dapat memberikan nilai lebih bagi pelanggan. Sedangkan dalam konteks cost adalah efisiensi secara financial dengan tetap mengedepankan kualitas yang terbaik kepada pelanggan. Sementara dalam konteks delivery adalah bagaimana melakukan suatu proses penyampaian produk secara tepat dan benar sehingga mampu memuaskan pelanggan.

Contoh Kasus

Business Strategy dalam Mengelola GOR Tri Lomba Djuang Semarang

Sudah seharusnya dalam pengelolan industri olahraga yang berupa sarana dan prasarana menggunakan strategi bisnis. Selama ini industri olahraga yang berkaitan dengan sarana dan prasarana di Indonesia masih jauh dari yang namanya strategi bisnis. Oleh sebab itu penulis memberikan gagasan bagaimana seharusnya startegi pemasaran dipakai dalam mengelola GOR Tri Lomba Djuang Semarang dengan memperhatikan sembilan elemen. Berikut ini adalah strategi pemasaran GOR Tri Lomba Djuang Semarang sebagi industri olahraga.
1.Segmentasi
Segmentasi merupakan sebuah metode bagaimana melihat pasar secara kreatif. Setelah melakukan observasi di peroleh data dari pengamatan sebagai berikut
TABEL 1.3
PENGUNJUNG GOR TRI LOMBA DJUANG
Jenis Prasarana
Umur
Status Sosial
Lapangan Atheletik
Segala Jenjang Umur
§ Pagi hari kalangan menengah dan menengah ke atas

§ Sore hari kalangan menengah dan menengah ke bawah
Lapangan Sepak Bola
Remaja dan dewasa
§ Kalangan menengah dan menengah ke bawah
Lapangan Bulutangkis
Segala jenjang umur
§ Kalangan menengah dan menengah ke atas
Lapangan Tenis meja
Dewasa
§ Segala jenis kalangan.
Lapangan Tenis
Dewasa dan remaja
§ Kalangan menengah dan menengah ke atas
Lapangan Bola Voley
Remaja dan dewasa
§ Kalangan menengah dan menengah kebawah.
Sumber : Hasil observasi tanggal 1 sampai 15 September 2008
                   Berdasarkan data yang diperoleh maka, pengelola GOR Tri Lomba Djuang Semarang dapat mensegmentasikan pasar berdasarkan lifestyle. Oleh sebab itu GOR Tri Lomba Djuang masuk ke segmen pasar dengan kategori sport. Di sini, sport diidentikan dengan prasarana dan sarana yang memang ditujukan untuk orang-orang yang sensitif terhadap gaya hidup sehat melalui olahraga dan biasa mengasosiasikan diri dengan olahraga sebagai lifestyle.

2. Targeting
                   Hakikat dari targeting adalah menentukan segmen-segmen pasar yang potensial bagi GOR Tri Lomba Djuang Semarang. Berdasarkan tabel hasil observasi dan segmentasi, maka penulis memberikan gagasan targeting kepada segala jenjang umur yang mengasosiasikan diri dengan olahraga sebagai lifestyle, dengan alasan :
a.       Pasar ini cukup besar
b.      Pertumbuhan pasar ini cukup baik, mengingat semakin sadarnya masyarakat akan peran olahraga untuk kesehatan.
c.       Gelanggang Olahraga Tri Lomba Djuang Semarang terbukti memiliki kompetensi kuat dalam bidang penedia sarana dan prasarana olahraga.
d.      Intensitas persaingan yang masih rendah, karena baru sedikit industri olahrag di Semarang yang berupa kompleks olahraga.

3. Positioning
                   Positioning pada hakikatnya adalah upaya untuk membangun dan mendapatkan kepercayaan pelanggan (Kartajaya, 2006; 11). Positioning yang dapat digunakan Gelanggang Olahraga Tri Lomba Djuang Semarang adalah “ Tri Lomba Djuang (TLJ) Pusat Olahraga dan Kumpulnya Orang Semaranag”. Selama ini jarang sekali industri olahraga yang bergerak di bidang sarana dan prasarana yang melakukan positioning dalam startegi industrinya, sehingga jarang sekali tertanam di benak konsumen mengenai jasa yang dirawarkan oleh gelanggang olahraga tersebut. Positioning “TLJ Pusat Olahraga dan Kumpulnya Orang Semarang” sangat tepat karena :
a.       Positioning tersebut dapat dipersepsikan secara positif oleh para konsumen dan menjadi reason to buy.
b.      Positioning tersebut dapat mencerminkan keunggulan kompetitif dan kekuatan GOR Tri Lomba Djuang Semarang sebagai pusat olahraga kota Semarang.
c.       Positioning tersebut memiliki keunikan, yaitu selain sebagai pusat olahraga, GOR Tri Lomba Djuang Semarang dapat dijadikan tempat berkumpul baik dengan teman maupun  dengan keluarga.
d.      Dengan positioning tersebut GOR Tri Lomba Djuang Semarang memiliki positioning yang berkelanjutan dan selalu relevan dengan berbagai perubahan dalam lingkungan industri olahraga.

4. Differentiation
                   Banyak pakar yang mendefinisikan diferensiasi sebagai upaya merek atau organisasi bisnis untuk menciptakan perbedaan di antara para pesaing dalam rangka memberikan value terbaik kepada pelanggan. Untuk itu menurut Hermawan Kartajaya dalam menciptakan diferensiasi harus mengintgrasikan konten, konteks dan infrastruktur yang kita tawarkan kepada pelanggan. Berikut ini diferensiasi GOR Tri Lomba Djuang Semarang dari para pesaingnya.
a.       Dari segi konten, GOR Tri Lomba Djuang Semarang memiliki keunikan ya itu masih banyaknya pepohonan yang rimbun yang mengelilingi GOR tersebut,oleh sebab itu hal ini darus dipertahankan. Selain itu Prasarana yang memadai merupakan salah satu keunggulan GOR Tri Lomba Djuang. Adanya enam prasarana yang terdapat di dalam GOR Tri Lomba Djuang merupakan kelebihan DOR ini dibanding GOR lainnya di Semarang. Dan Gelanggang Tri Lomba Djuang dapat dibangun cafe di tempat-tempat yang tidak digunakan dalam GOR, sehungga dapat membedakan dari para pesaingnya.
b.      Dari segi konteks, seharusnya GOR Tri Lomba Djuang dalam menjual prasarananya ke konsumen dapat dilakukan dengan mendirikan komunitas pelanggan yang loyal. Dengan adanya komunitas ini maka keuntungan bagi GOR Tri Lomba Djuang Semarang akan diperoleh.
c.       Dari segi Infrastruktur, yang dapat dilakukan GOR ini adalah bagaimana mengelola kapabilitas SDM yang memiliki perbedaan dengan para pesaing, dan memperbarui sarana olahraga yang memiliki teknologi terbaru serts sistem dalam pengelolaan yang menggunakan ieknologi.

5. Marketing Mix
1.       Produk
Dari segi produk sangatlah jelas bahwa GOR Tri Lomba Djuang Semarang menjual jasa prasarana dan sarana olahraga. Dalam era industri olahraga ini sebaiknya GOR Tri Lomba Djuang juga menawarkan produk jasa lainnya seperti membuka cafe yang bertemakan olahraga, sehingga pengunjung tidak perlu mencari makanan dan minuman di luar GOR.
2.       Price
Berdasarkan hasil observasi prasrana yang disewakan ke semua orang adalah semua prasarana, kecuali lapangan atletik dan sepak bola serta voli outdor yang secara Cuma-Cuma dapat dipakai oleh masyarakat kota Semarang. Kecuali lapangan tersebut sedang digunakan atau disewakan untuk acara lain maka ke-tiga lapangan tersebut tidak dapat digunakan oleh masyarakat. Sementara GOR bulutangkis dan tenis yang selama ini disewakan dapat menggunakan strategi penetapan harga produk yang sudah mapan. Caranya adalah debgan mempertahankan harga yang sudah ada.

3.       Promosi
Dalam industri olahraga peran promosi sangatlah besar, oleh sebab itu penyusun memberikan gagasan pada diferensiasi tepatnya dari segi konteks membangun komunitas GOR Tri Lomba Djuang Semarang. Dengan adanya komunitas ini maka promosi melalui personal comuniccation, word-of-mouth menjadi cara ampuh dalam mempromosikan GOR Tri Lomba Djuang.

6. Selling
                   Yang perlu diingat dari selling adalah bukan hanya sekedar menjual ke konsumen, tetapi bagaimana menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan melalui produk atau jasa. Dalam hal ini, selling adalah mengintegrasikan perusahaan, pelanggan, dan relasi antara keduanya. Berikut ini adalah tak-tik selling Gelanggang Tri Lomba Djuang Semarang.
a.      Feature Selling
GOR Tri Lomba Djuang Semarang perlu meningkatkan fitur jasa prasarana dan sarana yang ada, sehingga relasi antara pengelola dan pelanggan tetap terjaga. Dengan adnya fitur-fitur baru yang dimiliki GOR Tri Lomba Djuang Semarang akan menambah nilai tambah yang belum dimiliki pesaing. Dengan demikian, hubungan emosional antara pengelola GOR dengan pelanggan akan berlangsung dengan waktu yang lama.
b.      Benefit Selling
GOR Tri Lomba Djuang juga harus mampu menjual manfaat dari GOR Tri Lomba Djuang itu sendiri. Bila kita kaitkan dengan tujuan olahraga nasional, maka penjualan manfaat GOR Tri Lomba Djuang Semarang harus sesuai dengan tujuan olahraga nasional sebagaimana yang tercantum dalam pasal 4 UU RI No 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
c.       Solution Selling
GOR Tri Lomba Djuang yang sudah dikenal secara luas oleh masyarakat Semarang harus mampu menjual solusi kepada masyarakat pengguna GOR Tri Lomba Djuang Semarang. GOR Tri Lomba Djuang Semarang tidak hanya menjadi pusat olahraga olahraga di kota Semarang tapi juga harus mampu memberikan solusi untuk tercapainya tujuan olahraga nasional.

7. Brand
Brand adalah indikator value, sehingga kekuatan merek akan ditentukan oleh indikator value yaitu manfaat yang didapat pelanggan di bagi dengan total give. Total get mencakup functional benefit dan emotional benefit. Yang menjadi functional benefit dari GOR Tri Lomba Djuang Semarang adalah keamanan, kenyamanan prasarana, keramahan para pengelola dan karywan GOR Tri Lomba Djuang Semarang, sarana penunjang yang memadai. Sementara yang yang merupakan emotional benefit dari GOR Tri Lomba Djuang adalah berkaitan dengan stimulasi terhadap emosi dan perasaannya. Seperti perasaan aman ketika sedang beraktivitas di GOR Tri Lomba Djuang, ataupun perasaan mampu menyalurkan aktivitas olahraga. Sementara total give terdiri dari price yang merupakan biaya yang dikeluarkan saat ia menerima jasa dari penggunaan prasarana GOR Tri Lomba Djuang. Sementara other expenses merupakan biaya yang dibayarkan pelanggan selama menggunakan dan mengkonsumsi jasa yang berupa sarana dan prasarana GOR Tri Lomba Djuang Semarang.
Dari formula tersebut, menjadi jelas bahwa kekuatan merek dari Tri Lomba Djuang Semarang akan ditentukan oleh ke-empat komponen value tersebut. Untuk menjadikan brand Tri Lomba Djuang Semaramg kuat maka di satu sisi ditandai oleh manfaat fungsional dan emosional yang tinggi, dan dipihak lain ditandai oleh harga dan biaya lain yang rendah, artinya ia menghasilkan total get dan total give sebesar mungkin.

8. Service
                   Karyawan Tri Lomba Djuang Semarang harus mampu memaknai service sebagai jiwa dari suatu perusahaan bisnis, service adalah suatu sikap untuk bertahan dan memenangkan persaingan di masa depan. Jadi pengelola GOR Tri Lomba Djuang Semarang tidak hanya secara sederhana memaknai service sebagai layanan prajual, pascajual atau layanan selama jual. Berukut ini adalah service yang harus diperhatikan oleh pengelola GOR Tri Lomba Djuang sebagai industri olahraga.
a.       Service adalah solusi
Agar bisa menjadi service industri berbasis bisnis maka organisasi bisnis anda harus mampu memberikan solusi yang nyata bagi kebituhan pelanggan. Setelah melakukan observasi ternyata banyak dari pengunjung yang sangat kesulitan mencari minim dan makan setelah berolahraga, jadi pengelola diharapkan mampu memberikan solusi kepada pengunjung, seperti membuka cafe atau usaha sejenisnya di dalam GOR Tri Lomba Djuang Semarang.
b.      Service sebagai value enhancer.
Disini pengelola GOR Tri Lomba Djuang Semarang dituntut untuk dapat meberikan nilai secara terus-menerus, jadi value dari GOR Tri Lomba Djuang Semarang sebagai pusat olahraga dan kumpul  selalu terjaga dan dapat diberikan secara terus-menerus.
c.       Service adalah memorable experience
Inilah yang harus dilakukan oleh para pengelola GOR Tri Lomba Djuang Semarang, dimana mereka harus bisa memberikan pengalaman yang tak terlupakan kepada pelanggan.
d.      Service adalah suatu value-added
Dalam hal ini para pengelola GOR Tri Lomba Djuang Semarang harus mampu memberikan nilai tambah secara berkesinambungan sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan. Seperti mampu menyediakan layanan informasi kepada para konsumen GOR Tri Lomba Djuang Semarang.

9. Process
                   Dalam perusahaan jasa, proses dalam konteks kualitas adalah bagaimana pengelola GOR Tri Lomba Djuang mampu menciptakan suatu sistem yang pada akhirnya mampu memberikan nilai tambah bagi pelanggan. Seperti dalam proses penghurusan izin pemakaian GOR yang tidak bertele-tele dan lama. Sehingga dalam hal ini diperlukan komitmen yang kuat dari pengelola GOR Tri Lomba Djuang untuk menciptakan nilai yang lebih baik.

Bila sebuah Gelanggang Olahraga dikelola dengan manajeman Industri Oalhraga, saya yakin berita – berita tentang gelanggang olahraga yang terbengkalai akibat tidak ada dana operasionalnya perlahan akan mulai hilang. Dengan Industri Olahraga Gelanggang atau satadion olahraga akan memiliki kemandirian untuk mengelolanya. Salam Olaharaga !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Penulis : Joko Purnomo, SA