Sabtu, 25 Desember 2010

PIALA AFF ANTARA PELUANG DAN TIDAK PROFESIONAL PSSI DALAM INDUSTRI SEPAKBOLA DI TANAH AIR


Bulan Desember 2010 adalah babak baru dalam persepakbolaan di Indonesia, untuk pertama kalinya dalam ajang resmi internasional Tim Kesebelasan Indonesia menggunakan Pemain naturalisasi. Namun bukan hal itu yang akan kita bicarakan, melainkan bagaimana peluang dan tidak profesionalnya penyelenggara lokal Piala AFF di Indonesia. Tahun ini Indonesia tidak usah susah payah untuk menjadi tuan rumah penyelenggaran Piala AFF, Karena pihak penyelenggara secara khusus menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah untuk babak penysisihan grup. Keputusan pihak penyelenggara sangatlah wajar karena kita ketahui bersama bagaimana animo masyarakat Indonesia yang cukup besar dalam setiap pertandingan yang dilakukan TIM Nasional. Hal ini pula dapat dilihat dari hasil riset tentang fanatic supporter Indonesia yang menempati posisi ke-3 di dunia setelah Inggris dan Argentina. Namun disisi lain keterbatasan – keterbatasan yang dilakukan oleh pihak penyelenggara terhadap penyelenggara lokal menjadi sorotan para pemerhati olahraga di Indonesia. Pihak penyelenggara lokal hanya boleh memperoleh keuntungan dari penjualan tiket. Inilah yang menjadi pertanyan mengapa pihak penyelenggara lebih memilih Indonesia untuk menjadi tuan rumah ?? apakah benar – benar karena jumlah kepadatan penonton dalan setiap tim Nasional berlaga atau karena PSSI (Pihak penyelenggara lokal yang mudah untuk diatur) ?

Dibalik itu semua perhelatan Piala AFF yang telah memasuki babak final ini telah membuka mata kita semuanya betapa besarnya potensi industri olahraga sepak bola di tanah air. Hal ini bisa diliat dari panjangnya antrian masyarakat yang akan menonton piala AFF. Animo masyrakat tersu bertambah dari babak penyisihan hingga babak final. Hasil penjualan tiket laga semifinal Indonesia vs Filiphina yang menghasilkan 13,6 milyar (leg 1 dan leg 2). Indinesia dalam bulan ini benar – benar sebuah brand yang benar – benar menjadi pembicaran mulai dari warung – warung kopi hingga istana kepresidenan,,dari obrolan hingga media sosial seperti twitter ataupun facebook, dari anak – anak hingga orang tua. Tidak hanya dari penjualan tiket yang cukup besar indikator potensi industri sepak bola nasional. Diluar stadion para pedagang musiman pun meraup untung yang terus meningkat dari babak penyisihan hingga babak final. Semua aksesoris dan atribut Tim Nasional Indonesia ludes diburu para supporter. Menurut salah satu pengakuan penjual, keuntungan bersih selalu meningkat, bila pada babak penyisihan mereka hanya memperoleh keuntungan bersih 1 juta hingga 2 juta, maka pada pertandingan Indonesia vs Thailand keuntungan bersih para pedagang ini seratus persen antara 2 hingga 3 juta. Dan itu tersu meningkat Hingga Pertandingan Semifinal. Pada semifinal para pedagang yang banyak berada di sekitar Gelora Bung Karno memperoleh keuntungan sekitar 5 jutaan.

Tidak hanya itu, produk – produk asli yang dijual di toko – toko resmi seperti kaos Tim Nasional Indonesia yang harganya 600ribu pun ludes dalam hitungan 2 hari. Selain itu dampak lain adalah bagaimana media televisi memanfaatkan moment ini sebagai salah satu cara untuk menaikan rating acara – acaranya. Infotaiment pun langusng bertemakan sepak bola, hal ini juga terjadi di acara – acara yang bertemakan Efek domino lainya dapat dilihat dari industri penerbangan Tanah Air, Masuknya Indonesia ke Final Piala AFF melawan Malaysia membuat para supporter sepak bola berbondong – bonding pergi ke Kuala Lumpur untuk menyaksikan. Garuda Indonesia pun menambah penerbangan khusus untuk para supporter Indonesia yang akan menyaksikan Tim Nasional Berlaga. Dari ini semua kita dapat lihat betapa besarnya potensi industri sepak bola Indonesia. Mengapa Demikian ?????????????

Tim Nasional Indonesia dalam dunia marketing adalah sebuah pencapaian tertinggi dalam sebuah merek “ ultimate destination of a brand “ . Tim nasioanl Indonesia sudah menjadi semacam “ agama “ bagi supporter (konsumen). Bagu supporter (konsumen), tim nasional Indonesia menjadi semacam “ kepercayaan “, ketika di atas kepercayaan tersebut terbangun sebuah “ ikatan spiritual “ anntara supporter dan tim nasional Indonesia (antara konsumen dan merek). Inilah yang dinamakan BRAND RELIGION. Tim Nasional Indonesia adalah sebuah “ kemewahan “, dan para supporter memiliki sebuah loyalitas yang tak tergantikan. Tim nasional Indonesia memiliki “ energy spiritual “, mereka dapat menyatukan dan menumbahkan kembali rasa nasionalisme masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia rela mengantri, rela berpergian ke Malaysia hanya untuk meyaksikan Tim Nasional Indonesia bertanding. Perlu diperhatikan bahwa Tim Nasional Indonesia menjadi brand religion bukan karena proposisi nilai yang fungsional, melainkan lebih karena emosional. Tim Nasional Indonesia adalah sebuah sejarah, mereka sebagai merek atau produk mampu menyasar hati konsumen, bukan pikirin mereka. Dari sini kita dapat belajar bahwa Branding bukanlah kampanye di iklan, melainkan adalah karakter dan siapa diri kita. Tim Nasional Idonesia adalah sebuah kisah bagi masyarakat Indonesia dan mengapa ia bersifat persuasive Lagi pula emosi adalah satu – satunya bagian dari kitayang tak bisa diotomatisasi. Tim Naional Indonesia adalah sebuah brand yang mampu mewujudkan value universal yang membuat masyarakat Indonesia merasa bangga. Brand Spritual sebuah marketing yang dapat diterapkan di cabang olahraga lainnya. Brand spiritual bukanlah merek yang berhubungan dengan agama, melainkan brand yang bberhasil membangun dirinya dengan penuh integritas, kejujuran dan kesantunan. Inilah yang dapat kita lihat dalam industri seoak bola Indonesia selama piala AFF berlangsung.

Dibalik potensi itu semua sudah sepatutnya pihak – pihak stakeholder dalam industri sepakbola di Tanah Air bersikap professional dan mengerti hakikit Industri olahraga di Indonesia. Walupun Tim Nasional Indonesia telah menjadi spiritual brand namau dalam pengelolaan sport indistri di sepak bola nasional masih jauh dari sebuah industri olahraga yang professional. Saya pribadi menilai bahwa PSSI perlu belajar banyak mengenai Industri Olahraga Tanah Air. Selama Piala AFF berlangsung saya menilai PSSI hanya mengambil keuntungan semata. Kita lihat dari harga tiket yang sangat melonjok tinggi dari Rp 50.000,00 hingga Rp 1.000.000,00, bandingkan dengan partai final di Malaysia yang mematok harga antara Rp 88.000,00 hingga Rp 150.000,00, sebuah perbedaan yang sangat mencolok. Banyak pengamat yang mengatakan bahwa PSSI hanyalah mengeruk uang dari rakyat. Alasan – alasan pssi yang mengatakn bahwa biaya tiket naik karena untuk keamanan dan tidak disokong oleh Penyelenggara AFF tidak lah masuk akal. Memang ini bukan piala dunia yang dapat dihitung estimasi biayanya sebelum pertadningan berlangsung. Namun Bila PSSI benar – benar mengerti dan memahami apa sebenarnya Industri Olahraga maka saya rasa PSSI tidak mejual tiket yang memberatkan masyarakat. Berulang – ulang saya mengatakan bahwa dalam sebuah industri terdapat enam (6) aspek dalam sebuah sport industry, yaitu :
1.      Administrative
2.      Dagang
3.      Komersil
4.      teknologi,
5.      ekonomis
6.      sosial

Dari enam aspek tersebut saya melihat PSSI hanya berpikr tentang dagang dan komersil, mereka tidak memikirkan bagaimana PIALA AFF ini dikelola dengan berpikir Administratif, teknologi, ekonomis dan sosial. Hal ini dapa terlihat jelas dari berantakannya penjualan tiket baik online maupun penjualan langsung di stadion. Dari sini terlihat jelas bahwa PSSI atau pihak penyelenggara telah terjadi penipuan. Karena dalam industri olahraga tidak dibenarkan bila transaksi bisnis merugikan ke-enam aspek tadi. Hal ini serupa dengan apa yang dikatakan oleh Elmore peterson yang mengatakan bahwa efek dari bisnis adalah semua pihak yang telibat di dalamnya sama-sama memperoleh keuntungan. Jika salah satu pihak secara sengaja memperoleh keuntungan dengan merugikan pihak lain maka tidak terjadilah suatu transaksi bisnis dalam arti yang sebenarnya tetapi telah terjadi penipuan. Bisnis bukanlah semata-mata mencari keuntungan dengan “The end justifies the means” tujuan menghalalkan cara, tetapi dengan cara-cara yang etis di atas kerangka berpikir “Business administration thinking” yang merupakan tata nilai dalam bisnis. PSSI secara terang – terangan telah melakukan penipuan.

Tidak hanya masalh ini saja yang terjadi dalam penyelenggaran piala AFF, pengurus PT Prima Java Kreasi (My Ticket Indonesia), penjual tiket Final Piala AFF 2010 dalam jaringan (online), digelandang ke Kantor Kepolisian Sektor Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Sabtu (25/12). Dia dituding melakukan pembohongan publik. Sebab penjualan dalam jaringan yang dibuka mulai Sabtu pukul 10.00 itu langsung ludes dalam hitungan menit. "Tidak mungkin puluhan ribu tiket bisa terjual secepat itu," kata Danang Setianto, 33 tahun. Warga Kebayoran Lama ini sudah nangkring di lokasi kantor itu sejak pukul 07.00. Dia mencoba bertransaksi dari Blackberry. Kicai berkilah kantornya sudah tidak lagi menjual tiket karena PSSI memutus kontraknya per 2 Desember lalu. "Tapi kenapa masih memasang situsnya di internet," kata Danang. Calon pembeli lain Dani Wakaramadi, 37 tahun mengatakan seharusnya pengelola tidak mencantumkan nama situs. "Ini namanya pembohongan publik," ujar Dani, yang juga warga Cinere, Jakarta Selatan. MyTicket.co.id tercatat sebagai situs penjual tiket yang tertaut pada situs AFF Suzuki Cup 2010. Terlebih di kaca kantor PT Prima Java terpampang tulisan pembelian tiket lewat online di alamat www.ticketsas.com dan www.myticket.co.

Selain Permasalhan tiket ini, pihak media resmi yaitu RCTI Sebagai pemilik hak siar pertandingan AFF Suzuki Cup 2010, RCTI merasa hak yang mereka terima tidak penuh. Pasalnya, ada stasiun televisi lain yang justru mendapat kemudahan. Sebagai pemilik hak siar, RCTI mengaku kalau mereka tidak mendapat previlege dari pengurus atau siapapun. Namun Dini mengaku tidak heran bila ada televisi yang justru bisa masuk sampai ke pesawat yang membawa pemain ke Kuala Lumpur.
RCTI meminta agar semua pihak yang terlibat dalam Piala AFF menghormati aturan-aturan yang ada. Termasuk aturan dari pelatih Alfred Riedl yang cukup keras memagari pemain-pemainnya dari sorotan media. Permasalhan – permasalhan ini lah yang menunjukan bagaimana PSSI harus belajar banyak tentang industri olahraga, kita tidak usah malku buat belajar dengan Malaysia yang memang selangkah lebih maju dalam industri olahraga. Mereka sudah terbiasa dengan menerapkan marketing dan sistem akuntansi dan keuangan yang berbasis olahraga, sehingga biaya benar – benar dihitung dengan memperhatikan 6 aspek tadi (administratif, dagang, komersil, teknologi, ekonomis dan sosial).

Piala AFF tahun ini telah banyak mendatangkan pembelajaran tentang industri sepak bola di tanah air. Ternyata banyak peluang di indutri olahraga ini, Tidak hanya itu Piala AFF haruslah menjadi pelajaran bagi pihak PSSI dan penyelenggara dalam menerapkan sebuah industri olahraga yang tidak hanya memperhatikan keuntungan semata. PSSI  harus belajar, belajar dan belajar lagi tentang masalh ini. Pengelolaan Sumber Daya Manusia pun penting dilakukan dan merupakan hal yang paling penting dilakukan oleh PSSI untuk meminimalisir kesalahan – kesalahan yang terjadi. Selamat Datang Brand Spritual di Indisutri Sepak Bola dan Selamat Belajar Industri Olahraga bagi PSSI, semoga kejadian – kejadian yang tidak professional ini tidak terulang lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar